Sidoarjo - Kepala Unit Pelaksana Teknis Rumah Pemotongan Hewan Krian, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Toni Hartono, mengaku terpaksa menerima sapi-sapi glonggongan untuk disembelih di tempatnya. Ia berdalih tenaga mantri dan keamanan yang dimiliki sangat minim.
Belum lagi kondisi bangunan RPH Krian sangat memprihatinkan dan banyak tembok pembatas yang jebol. Para jagal nakal memanfaatkan kondisi ini sebagai celah masuk ke RPH. "Mau bagaimana lagi? Kami keterbatasan tenaga dan infrastruktur bangunan jelek," kata Toni kepada Tempo, Minggu 14 Juli 2013.
Praktek potong sapi juga tidak disembelih dalam ruangan khusus, melainkan di tempat transit hewan. Ia tak bisa berbuat banyak lantaran sapi diglonggong di luar area RPH. Toni melihat sapi-sapi itu berasal dari wilayah perbatasan Kabupaten Sidoarjo, seperti Gresik dan Mojokerto. Jika sudah demikian, RPH lantas melaporkan kepada dinas terkait.
Namun, bila terbukti sapi ambruk sebelum disembelih, Toni mengancam akan mengeluarkan sapi tersebut. Jika tubuh sapi masih tampak kokoh, dia kesulitan mengeluarkan sapi-sapi itu. "Bisa perang sama jagal."
RPH Krian mempunyai satu dokter hewan, satu mantri, dua kiurmaster dan lima tenaga keamanan. Pihaknya juga belum memberlakukan batasan jam masuk sapi-sapi untuk disembelih. Akibatnya, puluhan truk pengangkut sapi hilir mudik hingga tengah malam. Begitu truk muatan sapi masuk area RPH, sapi langsung dipotong. Praktek yang demikian membuat RPH kesulitan menyeleksi antara sapi glonggongan dan tidak.
Ketua Paguyuban Pedagang Sapi dan Daging Segar Jawa Timur, Muthowif, mengatakan banyak kasus penyembelihan sapi glonggongan di RPH Krian. Ia berdalih, pengawasan di RPH Krian sangat lemah dan memungkinkan sapi-sapi glonggongan masuk. Jagal nakal, kata dia, lebih memilih menyembelih sapinya di RPH Krian ketimbang RPH Kota Surabaya. "Masih banyak sapi glonggongan di Krian," ucapnya.
Sumber : Tempo
Belum lagi kondisi bangunan RPH Krian sangat memprihatinkan dan banyak tembok pembatas yang jebol. Para jagal nakal memanfaatkan kondisi ini sebagai celah masuk ke RPH. "Mau bagaimana lagi? Kami keterbatasan tenaga dan infrastruktur bangunan jelek," kata Toni kepada Tempo, Minggu 14 Juli 2013.
Praktek potong sapi juga tidak disembelih dalam ruangan khusus, melainkan di tempat transit hewan. Ia tak bisa berbuat banyak lantaran sapi diglonggong di luar area RPH. Toni melihat sapi-sapi itu berasal dari wilayah perbatasan Kabupaten Sidoarjo, seperti Gresik dan Mojokerto. Jika sudah demikian, RPH lantas melaporkan kepada dinas terkait.
Namun, bila terbukti sapi ambruk sebelum disembelih, Toni mengancam akan mengeluarkan sapi tersebut. Jika tubuh sapi masih tampak kokoh, dia kesulitan mengeluarkan sapi-sapi itu. "Bisa perang sama jagal."
RPH Krian mempunyai satu dokter hewan, satu mantri, dua kiurmaster dan lima tenaga keamanan. Pihaknya juga belum memberlakukan batasan jam masuk sapi-sapi untuk disembelih. Akibatnya, puluhan truk pengangkut sapi hilir mudik hingga tengah malam. Begitu truk muatan sapi masuk area RPH, sapi langsung dipotong. Praktek yang demikian membuat RPH kesulitan menyeleksi antara sapi glonggongan dan tidak.
Ketua Paguyuban Pedagang Sapi dan Daging Segar Jawa Timur, Muthowif, mengatakan banyak kasus penyembelihan sapi glonggongan di RPH Krian. Ia berdalih, pengawasan di RPH Krian sangat lemah dan memungkinkan sapi-sapi glonggongan masuk. Jagal nakal, kata dia, lebih memilih menyembelih sapinya di RPH Krian ketimbang RPH Kota Surabaya. "Masih banyak sapi glonggongan di Krian," ucapnya.
Sumber : Tempo
Biasakanlah berkomentar dengan bahasa yang baik.
Komentar Sara, link, atau tidak pantas, masuk folder spam.