Friday, July 26, 2013

Kontroversi Baru Penyebab Bencana Semburan Lumpur Lapindo Sidoarjo

Sidoarjo - Timbul lagi kontroversi baru mengenai lumpur Sidoarjo, yang mulai menyembur sejak tahun 2006 dan telah mengakibatkan lebih dari 40-ribu warga kehilangan tempat tinggal.

Para ilmuwan baru-baru ini menampilkan studi yang hasilnya saling bertentangan mengenai apa penyebab bencana lumpur Sidoarjo yang sering disebut sebagai Lusi: apakah itu dipicu oleh pemboran oleh perusahaan minyak dan gas, Lapindo Brantas.

Suatu studi baru yang hasilnya dilaporkan dalam jurnal Nature Geoscience menyebutkan, penyebab menyemburnya lumpur Sidoarjo di Jawa Timur itu bukan pemboran minyak, melainkan gempa yang terjadi dekat Yogyakarta, Jawa Tengah.

Gempa yang terjadi dua hari sebelumnya itu menelan 6000 korban jiwa.

Studi yang dilakukan pakar geodinamika, Professor Stephen Miller dari Universitas Bonn di Jerman, mendukung gagasan bahwa luapan lumpur itu dipicu oleh penyebab alam.

Tim Jerman itu mencapai kesimpulan tersebut setelah melakukan simulasi didasarkan pada data mengenai karakteristik fisik struktur batuan sekitar Lusi.

Mereka mengatakan, formasi batuan itu mengandung lapisan berbentu lensa yang memperbesar dan memusatkan energi seismik dari gempa itu.

Akan tetapi seorang pakar Australia tidak sependapat lumpur Sidoarjo dipicu oleh gempa di tempat yang jaraknya 250 kilometer itu.

"Tidak ada cara yang mungkin diantara cara yang diketahui, dimana gempa bisa memicu kejadian ini," kata ahli geologi perminyakan Dr Mark Tingay dari Curtin University di Australia Barat.

Menurut Dr Tingay, makalah tadi mengandung data cacat yang telah menghasilkan kesimpulan yang keliru.

"Mereka keliru memasukkan suatu lapisan baja tebal dalam modelnya. Dengan kata lain mereka menyajikan suatu model yang keliru membayangkan lapisan baja setebal 50 meter diatas tanah liat. Makalah mereka selurunya dilandaskan pada lapisan imajiner ini."

Prof Miller yang memimpin studi itu argumentasi Dr Tingay menaik dan perlu diinvestigasi. Tapi ia mengatakan, data yang digunakannya sudah dimuat dalam suatu jurnal bergengsi oleh suatu kelompok riset dan belum pernah ditentang.

Sejumlah ilmuwan, diantaranya ahli geologi Inggris, Professor Richard Davies dari Universitas Durham dan kawan, berpendapat bahwa semburan lumpur itu dipicu oleh pemboran gas oleh Lapindo Brantas.

Dr Tingay bergabung dengan Prof Davies dan kawan-kawan untuk meneliti sejumlah data, diantaranya data perusahaan yang ada, untuk melihat teori mana yang paling beralasan.

Hasil penelitian mereka dimuat dalam jurnal Geology terbaru.

Kata Dr Tingay, ada kasus-kasus dimana gempa di tempat yang jaraknya jauh memicu kejadian seperti ini, tapi angka-angka tidak menunjang hal itu dalam kasus ini.

"Kekuatan gempa Yogya paling tidak 10 kali terlalu kecil untuk memicu semburan vulkanik lumpur di situs Lusi. Semua faktor penting yang mendukung pemboran sebagai penyebab lumpur itu ada dalam hal ini."

"Ada issue-issue keamanan penting yang harus dipelihara bilamana melakukan pengeboran sumur, dan kami pikir banyak diantaranya yang dilanggar."

Tingay mengatakan, semua sumur harus diperkokoh dengan menggunakan casing baja dan beton pada setiap interval tertentu, untuk membantu mencegah cairan masuk ke dalam sumur.

Kata Dr Tingay, perusahaan itu tidak melakukan reinforcement yang semestinya di sumur berkedalaman 2800 meter itu.

"Memasang casing memakan waktu dan biaya. Mereka meloncati dua titik casing yang direncanakan."

Menurut Tingay, perusahaan terus melakukan pengeboran dan dinding sumur itu akhirnya ambrol.

40 sampai 60 meter kubik carian dan gas hidrogen sulfida menembus masuk sumur dan naik ke permukaan.

Menurut Tingay, pihak perusahaan meresponnya dengan menutup permukaan sumur, yang katanya pada hakekatnya menyumbat sumur itu.

Tingay mengatakan, tekanan dalam sumur terus meningkat, sehingga bisa meretakkan batu-batu di sekitarnya. Akibatnya lumpur menyembur dari lokasi 200 meter dari sumur itu.

Lumpur pada awalnya mengalir sekitar 5-ribu sampai 20-ribu meter kubik perhati, tapi menurut Dr Tingay, sekarang menyembur sekitar 100-ribu meter kubik per hari. Ini, katanya, bisa berlanjut selama lebih dari satu dasawarsa.

Dr Tingay kuatir bendungan yang dibangun untuk menahan aliran lumpur itu akan bobol. Hal itu lebih besar kemungkinnya mengingat area seluas 22 kilometer persegi sekitar Lusi mulai tenggelam.

Katanya, pemerintah Indonesia baru-baru ini dikabarkan memutuskan untuk mengevakuasi empat lagi desa dari daerah itu.

Sumber : Radio Australia

Biasakanlah berkomentar dengan bahasa yang baik.
Komentar Sara, link, atau tidak pantas, masuk folder spam.